Menunggu


20.45 WIB dan aku masih belum juga dipanggil. Pasien terakhir yang masuk ke ruangan dr Meryana sang neurologis ini lama sekali. Entah apa yang terjadi di dalam. Mungkin sang pasien menderita rasa nyeri hebat, sehingga butuh waktu lama berkonsultasi di dalam.

 

Kasihan dia.

 

Tapi aku juga kasihan, karena sudah mulai menderita panas di bagian tubuh, yang lazim digunakan oleh manusia ketika berada pada posisi duduk.

 

Para perawatpun mulai riwa-riwi melaksanakan tugas end shiftnya. Menyelesaikan semua urusan administrasi pasien, merapikan ruangan-ruangan poli termasuk mengeluarkan semua gelas dan piring bekas snack dokter, mengganti sprei dan sarung bantal dari tempat tidur untuk memeriksa pasien, merapikan meja konsul dokter, mematikan lampu di dalam poli dan terakhir menutup pintu ruangan.

 

Sekilas beberapa perawat yang mondar mandir ringkes-ringkes itu melayangkan pandangannya ke aku. Mungkin kasihan, karena aku seperti sedang menahan rasa sakit hebat dan sendiri.

 

Ya aku memang sendirian. Benar-benar sendiri.

 

Di lantai dua tempat beberapa poli ini berada, hanya aku yang tersisa sebagai satu-satunya pasien. Sedangkan mas Yoga yang mengantarkan aku ke rumah sakit, sejak dari rumah sudah memutuskan untuk menungguiku di masjid dekat rumah sakit saja, karena penyakit auto imun yang dideritanya sejak empat tahun terakhir, telah menempatkan dirinya termasuk ke dalam barisan orang-orang yang memiliki resiko tinggi untuk terpapar virus covid 19.

 

Lalu tiba-tiba pintu ruang dr Mery terbuka, a middle age women beserta pasangannya keluar dari ruangan dengan wajah sumringah. Belum sempat aku mencerna ekspresi wajah si ibu,  namaku pun dipanggil, menggema memenuhi udara sepi di seluruh ruangan sekitar.

 

Seorang dokter dengan perlengkapan medis lengkap berwarna biru langit, menyambutku dengan senyum sumringah yang terlihat dari tarikan sudut mata di balik masker dan face shield yang dikenakan.

 

"Halo selamat malam, apa kabar? Sepertinya kita belum pernah ketemu ya. Maaf ya menunggu lama", sapanya ramah sambil mempersilahkan aku masuk dan duduk di kursi pasien berlapis oskar abu muda.

 

Aku menyambut semua berondongan keramahan sang dokter dengan senyum lega. Lega karena giliranku akhirnya tiba dan itu berarti berakhirlah semua cerita menunggu malam ini.

 

Ahhh.....

Postingan Populer