Hikmah

Deru kendaraan bermotor hanya terdengar sesekali. Semilir angin berebutan berhembus dari sela-sela daun pohon jambu di depan rumah dengan pagar besi yang dicat warna kuning. Suara burung Prenjak pemakan ulat menjadi latar suara suasana saat itu.

Hidangan datang mengalir dengan ritme yang cukup menggoda lidah dan perut yang memang ingin mematikan dendangnya sedari tadi. Kue kering Chocolate cips di dalam toples kaca, Nagasari dalam ukuran super, Rengginang, Brownis coklat pandan, pisang Raja, kerupuk Rambak, serta tumpukan air mineral dalam gelas plastik, semua melirik menawarkan penghambaan rasa.

Kami semua dipersilahkan untuk menikmatinya.

Belum sempat untuk memutuskan hidangan mana yang akan diambil sebagai pemadam rasa, tiba-tiba delapan buah bungkus Gado-gado – beserta gado-gadonya tentu saja ya – diletakkan persis di depanku. Mak jreng...

Ya Allah Alhamdulillah, lalu nikmat mana yang akan  didustakan lagi wahai manusia?

Kami berdelapan otomatis langsung saling berpandangan dengan binar mata bak bintang Kejora. Ahh makan besar kita malam ini, suara-suara genit dari dalam pikiran kita masing-masing segera bergabung memayungi atmosfer ruangan, melalui tatapan-tatapan yang sempat saling terlempar.

Namun ternyata takdir nikmat belum berpihak pada kita, para anak muda berjumlah genap delapan orang, yang sedang melakukan sebuah tugas pengabdian masyarakat, sebagai salah satu syarat kelulusan.

Tiba-tiba seorang ibu setengah baya keluar dari kamar dengan mata sembab. Kesedihan masih jelas tercetak di wajahnya yang ayu, meski bayang usia telah merenggutnya. Ada sisa isak dan dipertegas sehelai – atau mungkin dua helai – tissue dalam genggaman.

“Maafkan bapak jika beliau ada salah ya nak”, kata si ibu membuka pembicaraan, seraya duduk sambil menahan isak.

“Iya bu, kami juga minta maaf”, sahut kami berdelapan hampir bersamaan, bak pasukan paduan suara profesional.

“Beliau ini semua sebetulnya niatnya baik, semoga anak-anak semua memaklumi dan memaafkan”, lanjut si ibu parau.

Dan kilasan potongan-potongan kejadian bak film pendek langsung menyembur menyerang alam pikir kami semua, membuat mulut tekunci, dan prosessor otak sibuk memproses ingatan.

Sungguh ada sebuah hikmah besar bagi kami semua berdelapan malam ini yaitu diciptakannya mata adalah agar kita tak mudah menilai semuanya lewat telinga.

 

 

 

Postingan Populer