Kurikulum CORONA
.
.
Si Corona ini memang sanggup membuat efek domino yang dahsyat di kehidupan manusia, bukan hanya satu wilayah, bukan satu provinsi, juga bukan satu negara, melainkan merambah seluruh dunia. Beberapa negara bahkan sudah lock down, meski di Indonesia belum diberlakukan.
.
Kecemaasan akibat Corona, saat ini menjadi bukan hanya milik para penderita dan keluarganya saja. Bahkan justru manusia yang sehat terkadang kecemasannya sangat berlebih hingga melampaui nalar. Meski berbagai sosialisasi tentang apa dan bagaimana tindakan yang bisa dilakukan untuk memperkecil kemungkinan tertular sudah tersebar, namun kepanikan sempat membuat rusuh, saat ada sebagian kalangan yang melakukan aksi borong.
.
Pagi ini aku harusnya mbalikin si nomer dua ke Pondok, setelah libur sepekan pasca PTS semester genap, yang tentu saja ini akan jadi moment untuk sekalian lepas kangen sama yang mbarep, yang karena sudah kelas 12 maka tidak ada jatah libur. Qodarullah pihak Pondok setelah melalui berbagai pertimbangan, memutuskan untuk memperpanjang masa libur para santri, demi memutus kemungkinan penyebaran si ratu virus tahun ini, Corona.
.
Pertimbangan utamanya selain berdasarkan hadist Rasul, SE Kemendikbud dan pesan dari Ketum PP IDAI, juga mengingat sebaran santri di Pondok yang berasal dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia.
.
Dan bisa diduga, dalam sekejap semua WAG pun ramai centang centung bermunculan notifikasi. Ada yang legowo, juga ada yang kecewa karena keputusan ini disampaikan mendadak. Keputusan pihak Pondok memang baru diterima para walsan semalam, dimana pagi ini adalah batas waktu untuk balik ke pondok.
.
Kecemasan, kepayahan, kekecewaan dan kerugian memang tampak nyata di semua sektor. Ada sesama walsan yang kebetulan bertempat tinggal di Tanjung Tabalong, yang tentu saja pada saat keluarnya pengumuman pihak pondok untuk meng-extend masa liburan, beliau sekeluarga sudah stay di ibukota propinsi untuk bersiap terbang ke Malang hari ini. Dan aku baru tahu bahwa untuk menuju ibukota propinsi tersebut, beliau sekeluarga harus berkendara selama 6-7 jam lamanya.
.
Ada juga kabar tentang pembatalan rencana wisuda sebuah Universitas Negeri ternama, yang direncanakan digelar hari ini. Terbayang nggak bagaimana perasaan para keluarga wisudawan yang sudah jauh-jauh hari mempersiapkannya, bahkan bagi mereka yang berasal dari suatu wilayah yang berjarak puluhan bahkan ratusan kilometer pasti sudah ada yang berdatangan di kota kita tercinta. Lalu bagaimana dengan lelah kerja para panitia wisuda? Konsumsi yang sudah dipesan, peralatan sound dan lain-lain, tentu ada dampak finansial bukan?
.
Aku juga nggak bisa mbayangin saat dapat kabar jika sebuah universitas negeri di Jakarta dimana salah satu keponakanku menimba ilmu harus lockdown, bahkan para mahasiswa yang tinggal di kos dan asrama diminta untuk mengosongkan tempat tinggal mereka tersebut. Terbayangkah bagaimana kacau dan galau kondisi para mahasiswa tersebut?
.
Lalu bagaimana dengan para pejuang garis depan dalam penanganan dan penanggulangan si Corona ini? Mereka, para warrior garis depan ini (dokter, perawat, para medic dlsb), tentu mau tak mau, suka tak suka, terlepas ini adalah ladang nafkah dan terikat akan sumpah jabatan, harus rela berjibaku membantu para pasien yang berdatangan. Yakinkah kita tak ada kerisauan dalam hati mereka? Yakinkah tak ada kecemasan di keluarga saat harus melepas mereka berangkat bekerja setiap harinya? Ada banyak kisah tentang mereka yang kita tak ketahui, ada yang masih dirawat, namun ada juga yang sudah berpulang.
.
Seingat aku, baru kali ini ada sebuah kejadian luar biasa yang melanda secara global. Memang pernah ada bencana alam yang juga berdampak ke beberapa negara sekaligus seperti Tsunami tahun 2004. Namun bencana itu hanya berdampak ke beberapa negara saja. Berbeda dengan Corona saat ini. Semua negara dibuat kalang kabut dengan sesuatu yang berukuran sangat kecil, bahkan untuk melihatnya pun dibutuhkan alat khusus.
.
Disadari atau tidak, hadirnya Corona telah memaksa umat manusia untuk memakai kurikulumnya agar kembali mendengarkan dan melihat dunia tanpa rasa sombong dan jumawa.
.
Di negara-negara maju dimana kehidupannya berputar tanpa henti, seakan menerobos fitrah diciptakannya siang dan malam, para manusianya tak berkutik dengan dikeluarkannya peraturan untuk stay at home. Ego dan ambisi ingin menguasai dunia seakan dipapras paksa, kecanduan akan gemerlap juga ditekan habis, bahkan di Italy sekedar keluar rumah saja berlaku hanya bagi mereka yang mengantongi surat izin. Manusia modern merdeka yang terpenjara? Entahlah. Yang pasti untuk kali ini mereka tak protes dengan mengangkat issue terampasnya hak asasi mereka atas terbitnya peraturan tersebut.
.
Di tanah air, masyarakat yang selama ini lebih mendewakan pengobatan canggih dan moden, saat ini pun berbondong-bondong beralih kepada pengobatan herbal. Pada pengobatan alami yang merupakan warisan nenek moyang. Akibatnya? Empon-empon pun naik kelas. Jika dulu hanya bakul jamu yang mencari, sekarang semua turun ke pasar mencarinya. Di WAG pun beredar banyak ragam informasi tentang resep-resep yang menggunakan rempah-rempah, juga cara membuat hand sanitizer alami yang menggunakan bahan dasar daun sirih.
.
Ah sungguh dahsyat bukan? Hanya karena si kecil tak kasat mata semua berubah. Dunia berubah.
.
Lalu pada akhirnya, kita semua tentu berharap jika Corona adalah wujud nyata dari kasih sayang Allah pada semua manusia di bumi, dan wabah ini bukanlah sebuah azab yang dikirimkan untuk menghukum. Kita juga tentu berharap agar setelah Corona pergi maka kehadirannya akan mampu menciptakan sebuah tatanan kehidupan baru bagi semua manusia, sebuah tatanan yang tak hanya didasarkan pada kepentingan dunia saja.
.
Dan yang terakhir, kita semua juga berharap agar kelak di kemudian hari, jika masih diberi kepercayaan Allah untuk tetap berdiri sebagai khalifah di bumi, akan mampu menjadi pribadi yang bisa menahan diri dengan mengurangi beragam kerusakan yang dibuat, baik kerusakan alam maupun kemanusiaan, mampu untuk lebih saling memahami, menghormati dan menyayangi.
.
Aamiin
.
.