Surat untuk suami

ting...

Sebuah pesan masuk dari aplikasi whatsApp yang ada di hapeku. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Mata yang tak bersedia diajak kompromi untuk memeluk malampun langsung merespon suara itu. Kuseret malas badanku untuk bangun dan meraih hapeku.


Kubaca perlahan deretan abjad di monitor ...pelan.. dan kemudian secara perlahan mulai timbul rasa sesak di dada yang akhirnya membuat bulir bening mulai mengalir dari kedua mataku. Aku menerima sebuah pesan dari seorang teman yang berkeinginan untuk menulis surat bagi suami yang sangat dicintainya,  akan tetapi tak kunjung juga mampu dia buat. Dia akhirnya tidak kuat dengan desakan yang ada di dalam dadanya, sehingga akhirnya memintaku untuk membuatkannya.

Ah sedih membacanya.


Pesan singkat itu membuat mataku semakin sulit terpejam. Pikiranku melayang mencoba membentuk istana tulisan menterjemahkan semua curhatan temanku tadi. Dan akhirnya menyerah dengan desakan abjad yang berseliweran di kepala...kucoba untuk membuatkan sebuah surat itu untuk temanku...sesama wanita yang juga menua sepertiku..


****

Dear suamiku....

Maafkanlah aku...,  apabila akhirnya fisikku sekarang ini tidak sekuat dulu sehingga sering aku tidak sanggup menyelesaikan semua pekerjaan harianku dengan tanganku sendiri. 

Maafkan aku bila akhirnya aku harus meminta ada tambahan tenaga dari luar untuk membantuku menyelesaikan tugas-tugasku harianku. 
Aku tahu jika ini berarti ada tambahan dana untuk itu.  
Dan pada akhirnya  juga berarti ada tambahan beban untukmu.


Dear suamiku...
Maafkan aku yang akhirnya tak mampu menyetop jalannya waktu, yang mulai berjalan menggerogotiku sehingga berkurang pendengaranku dan juga konsentrasiku. 

Seandainya saja ada daya ekstra yang dikaruniakan oleh Allah untukk di usia menua ini, tentulah aku akan menggunakannya agar tak perlu kau kesal karena melihatku tertidur di mobil sedangkan kau harus terus terjaga terus untuk berkendara sepanjang jalan....bahkan sebegitu dahsyat aku tak mampu menguasai ketuaanku sehingga tak mampu aku mengontrol mulutku sendiri untuk menganga saat tertidur di mobil. 

Ah...tentu saja kau sebal dan kesal melihatnya. 
Maafkan aku . . .


Dear suamiku ...
Maafkan aku yang kadang tak ingat dengan kata-kata yang keluar dari mulutku saat ada banyak hal yang harus kukerjakan secara bersamaan..., mungkin otakku berpikir untuk responsif terhadapmu adalah menyenangkanmu. Aku sangat tidak ingin kamu melihat aku, wanita yang dulu kau puja, terlihat tak berdya hanya sekedar menjawab pertanyaan dari mulutmu. 

Sering aku menjawab "terserah" itu lebih kepada keadaan agar kau puas saat otakku lambat merespon atas pilihan yang kau ajukan. Dan akhirnya itu sering membuatmu kesal karena terkesan aku tidak bertanggung jawab atasnya.


Dear suamiku...
Maafkan aku yang sering membuat tidurmu terganggu karena aku harus bangun lebih pagi untuk menemui pemilikku...yang karena ikut menua penglihatanku maka harus kunyalakan lampu...


Dear suamiku...
Maafkan aku yang ternyata ikut menua bersamamu sehingga mulai lupa akan hal-hal kecil yang ada di sekeliling...letak kunci misalnya atau hal kecil lainnya.


Dear suamiku...
Maafkan aku yang tidak bisa membungkam mulut anak-anak kita, buah cinta kita, yang masih saja berceloteh riang saat engkau harus istirahat siang. Maafkan aku karena itu semua mengganggu tidur siangmu.


Dear suamiku...
Maafkan aku yang sering berpikir untuk membela diriku sendiri dengan mengatakan bahwa aku bukan Fatimah karena kaupun bukan Ali...karena itu adalah salah! 
Sejarah membuktikan bahwa seorang Firaunpun bisa beristri Asiyah, seorang wanita mulia calon penghuni surga. Dan kau bukanlah Firaun sehingga seharusnyalah aku bisa menjadi lebih baik untukmu.


Dear suamiku...
Maafkan aku yang sering mengganggu keasikanmu berceloteh dan berasyik masyuk dengan computer atau tabmu dengan mereka yang jauh dari sisi dan pandanganmu...hanya untuk menarik perhatianmu agar beralih ke anak-anakmu.


Dear suamiku...
Maafkanlah aku untuk semua kerepotanmu itu, untuk semua ketidaknyamananmu itu dan untuk semua pengorbananmu..semoga kelak kau akan disambut dan disandingkan dengan bidadari tercantik yang ada di surga atas semua yang kau lakukan untukku dan anak-anakmu.


Dear suamiku...
Seandainya saja tidak ada dosa bagi umat Muhammad untuk meminta mati pasti sudah kulantunkan doa untuk itu...agar tidak perlu berlama-lama kau menyandingku...seorang wanita yang mulai menua.



*****

Ah... Lega rasanya meski sedihnya masih tertinggal di hati dan pikiranku. Aku belum mengirimkannya ke temanku surat pesanannya ini, karena aku takut ini adalah hal yang salah. akan tetapi dengan menuliskannya seperti ini ada beban yang tertumpahkan. 

Dan kali ini kupaksa mataku untuk terpejam meski dengung lagu lara masih bernyanyi di kepalaku.

(sumber foto : pixabay)

Postingan Populer